CSE

Loading

Senin, 22 September 2014

22 september 2014...

hari ini pertama mencoba mengaajukan permohonan pekerjaan setelh berhasil menyelesaikan study dan menyandang gelar  A.Md.Keb..

tujuannya hari ini adalah RS yos sudarso padang, RSI ibnu sina, RST DR. Reksodiwiryo dan RSB cicik.

dan sekrang sayaa tau rasanya ditolak itu kyak apaaa... :(


Senin, 24 Februari 2014

just a friend

dear...
ternyata tak semuanya tak sesuai dengan harapan ku,tak sebanding dengain impian ku, hancur oleh kata yag telah aku tancapkan dalam hati ku. yah JUST A FRIEND. aku terkurung oleh sebuah kata..


kadang timbul niat ku untuk memulai, tapi ego ku menhannya. JAngan.. dima harga dirimu sebagai wanita?
aku heran pada diriku, timbul pertanyaan dalam hatiku yg aku sendiri sampai saat ini tak mmpu mnjawabya, apa benar dia yg aq sayang??? ntahlah.

awal perkenalan qu dengannya seolah tak sengaja, mulai dari aq duduk sebgai mahasiswi., wajar sam2 mahsiswa baru jadi mncari teman. sejak itu mulai intes sms, tlvn, chat dan beberapa kli ketemu.

natural saja kan??


Sabtu, 11 Januari 2014

INFEKSI NIFAS

dalam rahim akibat kebersihan yang tidak terjaga pada area kewanitaan atau kemungkinan alat alat yang tidak steril pada persalinan selain itu persalinan yang tidak bersih seperti plasenta yang tertinggal di rahim akan mengakibatkan pembusukan dan pertumbuhan di dalam rahim. Ditandai dengan demam yang tinggi, rasa nyeri pada bagian perut terutama pada daerah rahim, timbulnya bau busuk pada lokia dan berwarna darah kekuning-kuningan karena campuran nanah dan terjadinya kelumpuhan pada otot rahim.

ISPA

NFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT
(ISPA) DAN PENANGGULANGANNYA

BAB I
PENDAHULUAN 
1.1. Latar belakang
Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan kesehatan masyarakat dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan niscaya akan gagal pula pembangunan kita.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun (1).
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (2,3).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (4,5).
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi (3). Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan (6).
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA (6), namun
© 2004 Digitized by USU digital library 1
kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas maka penulis ingin mencoba untuk mengemukakan upaya pemberantasan ISPA dengan prioritas kepada penatalaksanaan kasus ISPA pada bayi dan anak-anak. Mengingat tujuan pembangunan kesehatan dalam upaya menurunkan angka mortalitas dan morbilitas, sehingga tujuan pembangunan nasional untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas baik, fisik maupun mental akan tercapai.
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar II ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah (6).
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru (5,7).
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian (5).
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik (6).
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya (7). 

imunisasi DPT

BAB I
PENDAHULUAN
I.       Latar Belakang
Dewasa ini program imunisasi semakin digalakkan oleh pemerintah, yang mempunyai tujuan jangka panjang dan jangka pendek, diantaranya tujuan jangka pendek adalah pencegahan penyakit secara perorangan dan kelompok, sedangkan tujuan jangka panjang adalah eliminasi suatu penyakit.
Dari penyakit menular yang telah ditemukan, sampai saat ini di Indonesia baru 7 macam yang diupayakan pencegahannya melalui program imunisasi yang disebut dengan penyakit yang dapat dicega dengan imunisasi. Saat ini telah dikembangkan 7 jenis vaksinasi yaitu : BCG, campak, Polio, DPT, TT, Hepatitis B, sedangkan vaksin DPT-Hb tahun 2005 baru dikembangkan dibeberapa propinsi. Untuk mencapai tujuan pelayanan imunisasi dengan baik, karakteristik vaksin harus kita ketahui secara benar, meliputi : komposisi, kemasan, penyimpan, indikasi, kontra indikasi serta efek samping yang mungkin bisa terjadi.

II.    Tujuan

1.       Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar imunisasi dan juga memperluas atau memperbanyak pengetahuan atau ketrampilan mengenai imunisasi.
2.       Tujuan khusus
Dengan disusunnya asuhan kebidanan diharapkan
-          Mahasiswa dapat melakukan pengkajian data
-          Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa dan masalah
-          Mahasiswa dapat mengidentifikasi antisipasi masalah potensial
-          Mahasiswa dapat mengidentifikasi kebutuhan segera
-          Mahasiswa dapat melakukan intervensi
-          Mahasiswa dapat melakukan implementasi
-          Mahasiswa dapat melakukan evaluasi

III. Metode Penulisan

Metode penulis yang digunakan dalam Asuhan Kebidanan ini adalah metode studi pustaka/kepustakaan (buku-buku penunjang)

IV. Sistematika Penulisan

BAB I        : PENDAHULUAN
BAB II      : TINJAUAN PUSTAKA
BAB III     : PEMBAHASAN
BAB IV     : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.        Konsep Neonatus
·         Konsep tumbuh kembang bayi
Bayi 0 – 1 memiliki gerak motorik diantaranya gerak reflek, sucking, rooting. Pada perkembangan bayi 0 – 1 bulan hanya  bisa menangis. Pemberian ASI sangat dibutuhkan guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI eksklusif hendaknya diberikan mulai 0 – 6 bulan.
·         Pemberian makanan pada bayi
Umur 0 – 6 bulan :
1.      Beri ASI setiap 2 jam sekali atau setiap bayi menginginkan paling sedikit 3 kali sehari pada pagi haris siang dan malam.
2.      Jangan berikan makanan dan minumkan lain selain ASI
3.      Teteki bayi dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian
Umur 6 – 12 bulan :
1.      Beri bubur nasi 3 kali sehari setiap makanan diberikan sesuai umur
2.      Berikan makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan seperti bubur kacang ijo, pisang, biskuit.
3.      Berikan buah-buahan atau sari buah
4.      Tambahkan sayuran hijau, telur, ayam, ikan dan santan pada bubur nasi.
II.     Konsep Imunisasi
2.1 Pengertian
·         Imunisasi (vaksinasi) merupakan aplikasi prinsip-prinsip imunologi yang paling terkenal dan paling berhasil terhadap kesehatan manusia. Nama vaksin diambil dari  kata vaksinasi, virus cacar sapi yang digunakan Jenner 200 tahun yang lalu. Vaksinia merupakan upaya ilmiah pertama untuk mencegah infeksi cacar (vaficella) yang dilakukan pengetahuan sama sekali mengenai virus/segala macam mikroba dan imunologi.
Karena vaksinasi bergantung pada respon imun spesifik, keberhasilan vaksinasi sangat bergantung pada  dihasilkannya preparat antigenik patogen yang (1) aman untuk diberikan, (2) merangsang jenis imunitas yang tepat, (3) dengan harga yang dapat dijangkau oleh populasi yang menjadi tujuan populasi vaksinasi.
Untuk beberapa penyakit, ada vaksin yang sedikit banyak memenuhi kriteria-kriteria tersebut tetapi banyak penyakit yang lain belum ada vaksin yang dapat digunakan.
·         Imunisasi adalah pengimunan terhadap penyakit
2.2 Jenis-jenis Imunisasi
a.       Imunisasi yang diharuskan
1.      BCG (Bacillus Celmitte Guerin)
2.      Hepatitis B
3.      DPT (Diphteri, Pertusis dan Tetanus)
4.      Polio
5.      Campak
b.      Yang dianjurkan
1.      MMR (Measless/campak, Mumps/parotitis, Rubella/campak Jerman)
2.      Hib (Haemophilus influensa b)
3.      Demam tifoid
4.      Hepatitis A
2.3 Jadwal Imunisasi
     
Umur
Jenis Imunisasi
0 – 7 hari
1 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
9 bulan
Hepatitis B1
BCG
HB-Combo I, Polio I
HB-Combo II, Polio II
HB-Combo III, Polio 3
Campak, Polio 4

III.  Konsep Dasar Imunissi Hepatitis B

3.1 Pengertian
·         Imunisasi hepatitis B adalah suatu upaya mencegah penyakit agar anak terhindar dari penyakit hepatitis B.
·         Hepatitis B atau penyakit kuning adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit ini adalah dari darah dan prdouknya melalui suntikan yang tidak aman, melalui transfusi darah, dari ibu ke bayi selama proses persalinan/melalui hubungan seksual.
3.2 Etiologi
Etiologi dari penyakit hepatitis B adalah virus hepatitis B yang sampai sekarang belum dibiak.
3.3 Vaksin dan jenis vaksin
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Penyakit ini dalam istilah sehari-hari bisa disebut penyakit liver. Jenis vaksin ini baru dikembangkan setelah diteliti bahwa virus hepatitis B mempunyai kaitan erat dengan terjadinya penyakit liver. Vaksin tersebut dari bagian virus hepatitis B yang dinamakan Hb5Ag yang dapat menimbulkan penyakit.
3.4 Gejala Klinis dan Penjalaran
·         Bila seorang terkena infeksi hepatitis B sebagian pasien dapat menjadi kebal, tetapi sebagian lagi akan memperlihatkan gejala kelainan seperti kulit, mata dan air kemih yang berwarna kuning. Kemudian kotoran menjadi pucat, badan merasa lemas, mual dan kadang sampai muntah. Hati terasa membesar dan nyeri bila ditekan dan gangguan perut serta gejala lain seperti flu.
·         Sebagian ada yang menjadi ganas sehingga menyebabkan kematian dan sebagian lagi sebaliknya tidak menimbulkan gejala apapun. Pasien yang tadi memperlihatkan gejala ini disebut carrier atau pengidap sehat, bila infeksi terjadi pada masa neonatus angka kesakitannya lebih banyak dan kemungkinannya kelak mengidap kanker 200 kali lebih banyak dari pada anak sehat dan pemberian gizi yang kurang baik juga berisiko terjadi serosis hepatitis akan meningkat, sedangkan bahaya dari serosis adalah varises esofagus yang akan menyebabkan hematimasis. Fungsi hati juga akan terganggu sehingga kondisi anak akan memburuk, kekurangan produksi protein akan menyebabkan asitesis, sedangkan kekurangan zat pembekuan seperti fibrinogen akan menyebabkan kelainan pembekuan darah.
3.5 Cara Penularan
Hepatitis B dapat ditularkan melalui 2 jalur :
·         Secara transmisi vertikal, adalah dari ibu ke anak
·         Secara horisontal, adalah dari anak ke anak
Transmisi vertikal dapat terjadi intra uterine, intra partum dan post partum. Transmisi horisontal dapat melalui luka yang dibuat (parental) misalnya dengan pemberian darah (transfusi darah), menyuntik dan khitanan, tindik, jika penggunaan alat-alatnya secara bersama-sama juga dapat melalui kulit atau selaput lendir yang terluka seperti kerang, luka dimulut atau dubur, masa inkubasi 1 ½ bulan – 8 bulan.
3.6 Dosis pemberian dan cara pemberian
Dosis pemberian imunisasi hepatitis B adalah 0,5 cc dan diberikan secara injeksi intra muscular.
3.7 Efek samping
Selama pemakaian 10 tahun ini tidak ada laporan adanya efek samping yang berarti, berbagai suara di masyarakat tentang kemungkinan terjangkit oleh penyakit AIDS akibat pemberian vaksin hepatitis yang berasal dari plasma, merupakan berita yang terlalu dibesar-besarkan. Dan melalui suatu penelitian yang lebih luas, WHO tetap menganjurkan pelaksanaan imunisasi hepatitis B.
3.8 Kontraindikasi
Imunisasi tidak dapat diberikan pada anak penyakit berat. Vaksinasi hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan janin selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.

IV.  Konsep Dasar Imunisasi DPT

Pengertian
·                     Imunisasi DPT adalah suatu upaya mencegah penyakit agar anak terhindar dari penyakit diphteri, pertusis dan tetanus
·         Diphteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri coryaebacterium diphtheria. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernafasan. Gejala penyakit awal radang tenggorokan, hilangnya nafsu dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Diphteri dapat menimbulkan komplikasi berupa kandungan pernafasan yang berakibat kematian.
·         Pertusis (disebut juga batuk rejan/batuk 100 hari) adalah penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri bordetella pertussis. Penyebaran pertusis adalah pilek, mata merah, bersin, demam dan batuk ringan yang lama kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah pneumonia bakterialis yang dapat menyebabkan kematian.
·         Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh clostridium tetani yang menghasilkan neoro toksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang keorang tetapi melalui kotoran yang masuk ke dalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot atau rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Pada bayi juga terdapat gejala berhenti menetek (sucking) antara 3 – 28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus  adalah patah tulang akibat kejang, penumonia dan infeksi lain yang menyebabkan kematian.
Indikasi
Indikasi : untuk memberikan kekebalan secara simultan terhadap difteri pertusis dan tetanus.
Cara pemberian dan dosis
-          Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
-          Disuntikan secara intra muskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis
-          Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjurnya diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu (1 bulan)
Kontra indikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak pada bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontra indikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah dosis pertama, komponen pertusis harus dihindari pada dosis kedua dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT.
Efek samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara, seperti lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.

imunisasi POLIO

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Imunisasi sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh harus dilaksanakan secara terus-menerus, meyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan. Salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah poliomielitis. Poliomielitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari 3 virus yang berhubungan yaitu virus polio tipe 1, 2 atau 3. secara klinis penyakit polio adalah anak dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis = AFP). 
Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.
B.     TUJUAN
Adapun tujuan penyusunan makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui tentang pemberian imunisasi polio. Disamping itu juga untuk memenuhi tugas matakuliah “Ilmu Kesehatan Anak”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    LANDASAN PEMBERIAN IMUNISASI POLIO.
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) adalah Pekan di mana setiap balita termasuk bayi baru lahir yang bertempat tinggal di Indonesia diimunisasi dengan vaksin polio, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Poliomielitis. Pemberian imunisasi polio secara serentak terhadap semua sasaran akan mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus polio liar. 

imunisasi BCG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Selama dalam proses tumbuh kembang, anak memerlukan asupan gizi yang kuat, penilaian nilai agama dan budaya, pembiasaan disiplin yang konsisten dan upaya pencegahan. Salah satu upaya pencegahan penyakit, yaitu pemberian imunisasi. Pemahaman tentang imunisasi diperlukan sebagai dasar dalam memberikan asuhan kebidanan terutama pada anak sehat  dan implikasi konsep imunisasi pada saat merawat anak sakit, khususnya pada kasus tuberculosis , difteri, pertussis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis.
Tujuan jangka pendek dari pelayanan imunisasi adalah pencegahan penyakit secara   perorangan atau kelompok, sedangkan tujuan jangka panjang adalah eradikasi atau eliminasi suatu penyakit.
Dari penyakit menular yang telah ditemukan, sampai saat ini di Indonesia baru tujuh macam yang diupayakan pencegahannya melalui program imunisasi yang selanjutnya kita sebut “Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)”
Sejak dimulainya program imunisasi di Indonesia pada tahun 1956, saat ini telah dikembangkan tujuh jenis vaksinasi yaitu BCG, Campak, Polio, DPT, DT, TT, Hep.B.
                                                                                                                                                                                                                                                                                             5
1.2 Tujuan
Setelah menyelesaikan makalah dengan judul “imunisasi pada bayi”, maka tujuan yang ingin dicapai adalah :
                                                                                                                                   
*      *     - Mampu mengetahui imunisasi, jenis imunisasi, cara pemberiannya dan komplikasi dari pemberian imunisasi.
*         - Sebagai tambahan pengetahuan bagi calon Bidan professional sehingga saat kita ada di lahan klinik kita dapat memberikan asuhan kebidanan yang sesuai kode etik kebidanan.

cephalhematoma

BAB II
ISI
A.     PENGERTIAN
Cepal hematoma adalah subperiosteal akibat kerusakan jaringan periosteum karena tarikan atau tekanan jalan lahir, dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Pemeriksaan x-ray tengkorak dilakukan, bila dicurigai adanya faktur (mendekati hampir 5% dari seluruh cepal hematom). Kelainan ini agak lama menghilang (1-3 bulan). Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan anemia dan hiperbilirubinnemia. Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrik, dan bilirubin. Aspirasi darah dengan jarum tidak perlu dilakukan.
Cepal hematoma juga merupakan pembengkakan pada daerah kepala yang disebabkan karena adanya penumpukan darah akibat pendarahan pada subperiostium.
B.     ETIOLOGI
Hematoma dapat terjadi karena :
·         Persalinan lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis ibu terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah.
·         Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat menyebabkan penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum.
·         Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan bayi.
C.     TANDA dan GEJALA
Berikut adalah tanda-tanda dan gejala cepal hematoma :
·         Adanya fluktuasi.
·         Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi lahir. Benjolan membesar pada hari ke dua atau ketiga, dan akan menghilang dalam beberapa minggu.
·         Adanya cepal hematoma timbul di daerah tulang parietal, berupa benjolan timbunan kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba. Sebagian benjolan keras sampai umur 1-2 tahun.
D.     PATOFISIOLOGI
Cepal hematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke jaringan poriosteum. Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi pada persalinan lama. Akibatt pembuluh darah ini timbul timbunan darah di daerah subperiosteal yang dari luar terlihat benjolan.
Bagian kepala yang hematoma biasanya berwarna merah akibat adanya penumpukan daerah yang perdarahan sub periosteum.
E.     KOMPLIKASI
Komplikasinya antara lain sebagai berikut :
·         Ikterus
·         Anemia
·         Infeksi
·         Klasifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun
Gejala lanjut yang mungkin terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia. Kadang-kadang disertai dengan fraktur tulang tengkorak di bawahnya atau perdarahan intra kranial.
F.      PENATALAKSANAAN
Cepal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Namun apa bila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang (1-3 bulan) dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain :
·         Menjaga kebersihan luka
·         Tidak boleh melakukan massase luka/benjolan cepal hematoma
·         Pemberian vitamin K
·         Bayi dengan cepal hematoma tidak boleh langsung disusui oleh ibunya karena pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah yang muulai pulih
DAFTAR PUSTAKA
·         Manuaba, Ida Bagus Gede, 1998. Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan.
·         FK. UNPAD. 1985. Obstetri Fisiologi Bandung.
·         Prawirahajo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka.
--------------------------. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT. Bina Pustaka.
·         Maphiablack.blogspot.com/.../asuhan-kebidanan-pada-bayi-baru-lahir_4733.html. Diakses tanggal 14 Januari 2012, Pukul 10.20 WIB.

asfiksia

AKALAH ASFIKSIA PADA NEONATUS


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,1971) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi
Haupt(1971)memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir(james,1959).Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(1971) Menunjukkan ekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.

B.    Rumusan Masalah
A.    Apa yang di maksud dengan Asfiksia ?
B.    Apa etiologi Asfiksia ?
C.    Bagaimana penilaian Asfiksia ?
D.    Bagaimana penanganan Asfiksia ?

C.    Tujuan Penulisan
A.    Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi penderita Asfiksia dan mendapatkan gambaran epidemiologi, distribusi, frekuensi, determinan, isu dan program penanganan Asfiksia.

B.    Tujuan Khusus
a.    Mengetahui pengertian pada Asfiksia
b.    Mengetahui etiologi Asfiksia
c.    Mengetahui penilaian Asfiksia
d.    Mengetahui penanganan Asfiksia


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)

B.    Etiologi / Penyebab Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1.    Faktor ibu
a.    Preeklampsia dan eklampsia
b.    Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c.    Partus lama atau partus macet
d.    Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e.    Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2.    Faktor Tali Pusat
a.    Lilitan tali pusat
b.    Tali pusat pendek
c.    Simpul tali pusat
d.    Prolapsus tali pusat
3.    Faktor Bayi
a.    Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b.    Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c.    Kelainan bawaan (kongenital)
d.    Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam tiga klasifiasi:
1.    Asfiksia neonatorum ringan : Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa
2.    Asfiksia neonatorum sedang : Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3.    Asfisia neonatorum berat : Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat

C.    Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1.    Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2.    Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3.    Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).

Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
1.    Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
2.    Warna kulit kebiruan
3.    Kejang
4.    Penurunan kesadaran
5.    DJJ lebih dari 16Ox/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
6.    Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala


D.    Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1.    Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2.    Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3.    Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
E.    Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
1.    Penafasan
2.    Denyut jantung
3.    Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
F.    Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1.    2 helai kain / handuk.
2.    Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3.    Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4.    Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5.    Kotak alat resusitasi.
6.    Jam atau pencatat waktu.
(Wiknjosastro, 2007).

G.    Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1.    Memastikan saluran terbuka
a.    Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b.    Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c.    Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2.    Memulai pernafasan
a.    Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b.    Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3.    Mempertahankan sirkulasi
a.    Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
b.    Kompresi dada.
c.    Pengobatan

H.    Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
1.    Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
2.    Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain :
a.    Alat pemanas siap pakai
b.    Oksigen
c.    Alat pengisap
d.    Alat sungkup dan balon resusitasi
e.    Alat intubasi
f.    Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
1.    Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
2.    Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
3.    Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
4.    Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5.    Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.

I.    Langkah-Langkah Resusitasi
1.    Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2.    Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
3.    Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4.    Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
5.    Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
6.    Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
a.    Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
b.    Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
c.    Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10.
2.    100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
3.    60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
4.    60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung.
5.    < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
6.    Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung
a.    Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi.
b.    Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.
7.    Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
8.    Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
9.    Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
10.    Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat
11.    Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
12.    Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).




DAFTAR PUSTAKA

- Manuaba, I. 1997.- Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana       
                Untuk Pendidikan Bidan Kedokteran. Jakarta. EGC
- Purwadianto. A. 2000. Kedaruralan Medik. Bina Rupa Aksara Jakarta
- Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas. 1998, Edisi 1. Kedokteran Jakarta. EGC
- Wong. L Donna. 2004. Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Kedokteran. Jakarta. EGC.